Beranda > Anak, Keluarga, Perempuan > Lingkaran Kekerasan dalam Rumah tangga dan Pacaran

Lingkaran Kekerasan dalam Rumah tangga dan Pacaran

Definisi Lingkaran Kekerasan

Lingkaran kekerasan atau yang dkenal dengan cycle of abuse[1] adalah sebuah teori sosial yang dikembangkan oleh Lenore Walker pada tahun 1970-an untuk menjelaskan pola perilaku dalam kekerasan yang terjadi pada sebuah hubungan.

Walker berpendapat bahwa kekerasan yang terjadi dalam sebuah hubungan biasanya terjadi secara berulang-ulang, bentuk kekerasan yang terjadi seperti pelecehan baik secara psikis, emosional atau fisik. Walker juga menyatakan bahwa biasanya kekerasan sceara psikologis biasanya diawali dengan kekerasan secara fisik. Selain itu Walker juga menyatakan bahwa siklus tersebut yang jika terjadi terus menerus akan mengakibatkan ketidakberdayaan kepada korban sehingga akan menimbulkan battered person syndrome[2] kepada korban.

Lingkaran kekerasan ini digunakan untuk memahami konsep kekerasan di dalam rumah tangga, namun pada perkembangannya konsep ini juga dapat digunakan sebagai pisau analisis dalam melihat kekerasan yang terjadi di dalam pacaran.

Fase-fase Kekerasan dalam Sebuah Hubungan

Fase-fase kekerasaan yang sering terjadi dalam sebuah hubungan biasanya akan terus berulang dan tidak akan berhenti jika sudah dimulai terus menerus tanpa ada tindakan “menentang” atau “melawan” yang dilakukan oleh korban kepada pelaku. Perilaku kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada pasangannya selalu akan berulang baik dalam hitungan jam, bulan, tahun dan bahkan kondisi-kondisi yang tidak pernah di duga, pola kekerasan yang sering terjadi dalam sebuah hubungan banyak dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya masih timpangnya pola relasi suatu hubungan dengan ada yang mendominasi dan didominasi, budaya patriakhi dengan memposisikan laki-laki lebih superior daripada perempuan, pemahaman tafsiran-tafsiran agama yang masih bias gender dengan menyatakan bahwa isteri tidak boleh membantah ataupun menolak permintaan suami. Untuk melihat bagimana bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi di dalam “lingkaran kekerasan”, berikut adalah pembagian fase-fase kekerasan yang ada dalam lingkaran kekerasan, yaitu:[3]

Tension Building Phase (Fase Pembagunan Ketegangan)

Pada fase ini merupakan fase awal lahirnya tindak kekerasan di dalam sebuah hubungan, biasanya bentuk-bentuk kekerasan yang timbul diawali dari komunikasi yang buru, hinaan kepada pasangan, pemukulan dalam bentuk tamparan dan tindakan kekerasan fisik “kecil” lainya kepada korban. Pada fase ini biasanya korban (isteri) akan mulai menjaga jarak untuk tidak menimbulkan konfilk dengan pelaku (suami), namu pada kenyataanya modifikasi yang dilakukan oleh korban ternyata malah membuat ketegangan yang makin memuncak kepad pelaku dan bahkan pelaku akan melakukan tindakan yang lebih brutal. Pada fase awal korban dapat merasakan beberapa hal, yaitu:[4]

  • Mencoba untuk menjaga dan membina keharmonisan dengan pelaku dan berusaha keluar dari ketakutkan
  • Memanipulasi atau menjaga kondisi yang kondusif di dalam hubungan untuk mencegah terjadinya ketegangan yang dapat memicu kekerasan
  • Mulai menarik diri untuk relaksasi dan menenangkan diri dari tekanan yang ada

Acticng-out phase (Fase Tindakan Kronis)

Pada fase ini, tindakan yang dilakukan oleh pelaku makain kasar dan bahkan mengakibatkan luka fisik kepada korban, namu para isteri (korban) sering kali mengingkari tindakan yang dilakukan oleh suami (pelaku) dan korban juga tidak mau mendapatkan perwatan serta pengobatan atas luka yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan tersebut. Pada fase ini korban akan mulai merasakan beberapa hal diantaranya:[5]

  • Merasa sudah tidak bisa mengontrol diri
  • Menunggu untuk mendapatkan perawatan medis jika korban memilih untuk melakukan hal tersebut
  • Tidak percaya terhadap hukum dan aparat penegak hukum, takut menghukum pelaku melalui jalur hukum dan bahkan akan melindungi pelaku jika pelaku ditangkap oleh polisi

Honeymoon Phase/Reconsiliation Phase (Fase Bulan Madu/Fase Rekonsiliasi)

Pada fase ini, karateristik suami akan menjadi lebih baik, memohon maaf kepada isteri dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Jika sang isteri sedang dalam tahap perawtan dan pengobatan dari luka yang dia derita, maka sang suami akan datang dengan membawakan bunga, kado, benda-benda yang disenangi oleh isteri dan bahkan mengajak pihak keluarga untuk mudah mendapatkan pengampunan kepada isteri, bahkan suami juga akan mengatkan bahwa jika sang isteri meninggalkannya, hal tersebut akan berpengaruh kepada perkembangan anak-anak mereka.

Dampak dari upaya yang dilakukan oleh suami dalam fase ini, pada umumnya akan meningkatkan keyakinan isteri bahwa akan ada perbaikan kepada suami dan hubungan mereka akan kembali menjadi lebih harmonis. Namun patut diingat nahwa pada fase ini terlihat seperti ada upaya perdamaaian, tapi sebenarnya ini adalah suatu upaya untuk melanggengkan tindakan-tndakan kekerasan lain lagi dikemudian hari.

Calm Phase (Fase Penenangan)

Selama fase ini (fase ini sering dianggap sebagai bagian dari fase bulan madu), hubungan antar pasangan relatif akan berjalan damai dan harmonis, namu dikarenakan tidak ada pemotongan mata rantai di fase-fase sebelumnya maka kecenderungan untuk kembali ke fase awal akan terjadi.

Hal yang dapat dilakukan korban jika terjadi kekerasan

Fenomena lingkaran kekerasan ini tidak akan pernah berhenti jika tidak ada tindakan maupun keberanian oleh korban untuk menyatakan TIDAK terutama pada fase-fase awal ketikan ketegangan terjadi, hal tersebut sangat penting jika korban dan pelaku sudah dapat menyelesaikan konflik tersebut maka hubungan mereka tidak akan terus-menerus masuk dalam lingkaran kekerasan. Untuk mengatasi dan meminimalkan kekerasan yang terjadi baik di dalam rumah tangga maupun di dalam hubungan pacaran, adalah dengan memberi makna yang dalam dari kata SALING (saling menghargai, saling mendengarkan, saling menyayangi, saling mengasihi, saling melindungi, saling mengayomi, dan saling-saling yang lain), selain itu jika konfilk terjadi sebaiknya dapat diselsesaikan antar pasangan itu sendiri atau bisa melibatkan pihak lain yang dianggap bijak dan netral yang dapat bertindak sebagai mediator.

“MENYELESAIKAN KEKERASAN TIDAK AKAN PERNAH SELESAI JIKA DISELESAIKAN DENGAN KEKERASAN”

Untuk informasi lebih lanjut tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan dalam Pacaran (KDP) dapat menghubungi SAPA di hotline 24 jam (0274) 8278087 atau melalui email/fb: konsultasi.sapa@gmail.com dan dapat juga melakukan konsultasi langsung di sekretariat SAPA Komplek TK ABA Surya Kencana, Ngepas Lor RT. 03, RW. 15, Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55581

“BAGIKAN INFORMASI INI JIKA BERGUNA UNTUK ANDA DAN ORANG-ORANG YANG ANDA SAYANGI”


[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Cycle_of_abuse, diakses pada tanggal 4 April 2011 jam 12.24 WIB

[2] Battered person syndrome adalah kondisi kejiwaan dan dan fisik pada korban (biasanya perempuan) yang mengalami penyiksaan secara fisik dan juga secara mental/psikis sehingga korban dapat melakukan tindakan balas dendam kepada pelaku kekerasan, misal dengan pembunuhan atau melakukan mutilasi kepada kemaluan pelaku. Baca lebih lanjut di http://en.wikipedia.org/wiki/Battered_person_syndrome, diakses pada tanggal 4 April 2011 jam 12.37 WIB

[3] Wahyu Rahardjo, Penganiayaan Emosional dan Kekerasan dalam Rumah Tangga: Sebuah Potret Buram Kehidupan Berkeluarga, hlm. 4, di unduh dari http:// jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1207111.pdf padtanggal 4 april 2011 jam 13.00 WIB

[4] http://www.jeannegeigercrisiscenter.org/cycle-of-violence, diakses pada tanggal 4 April 2011 jam 12.30 WIB

[5] Ibid

  1. Belum ada komentar.
  1. 17 Desember 2012 pukul 22:50

Tinggalkan komentar